Minggu, 01 Mei 2022

PALEM PUTRI

 

PALEM PUTRI

 

            Temaram senja mulai menyapa pucuk daun seantero sekolah ini. Pun juga dedaunanku. Angin bertiup samar. Tak kurasa hembusannya di sekujur batang tubuhku. Musim kemarau rupanya masih tak ingin pergi. Trembesi tua di seberangku mulai meranggas. Daunnya berguguran satu demi satu, menyisa kuncup beberapa helai yang masih hijau.

            Langit jingga yang akan segera berganti gelap membuat mereka, para makhluk astral tak kasat mata memulai aktivitasnya. Tahukah anda, para pembaca yang budiman, saat senja berganti malam, sekolah ini bukanlah seperti yang anda lihat di pagi hari. Sebuah real estate mewah nampak begitu mengagumkan, alih-alih sebuah bangunan sekolahan. Lampu sorotnya terang benderang. Kelas-kelas itu berubah menjadi perumahan elit berkonsep minimalis modern yang ditata apik menawan.

            Kompleks perumahan Castle Estate namanya. Membentang dari pintu timur hingga pintu komposting. Dan disini, di tempatku berdiri, tepat di kaki jajaran pohon palem putri, Cafe “Caste” buka mulai jam 6 sore hingga jam 4 pagi.

            Di meja nomor tujuh, empat kuntilanak ABG sedang merayakan girls day out. Meja mereka penuh aneka makanan khas remaja kekinian. Ada cacing crispy, burger kroto, mie setan kelabang, bakso mercon ulat, dan jus darah.  Gelak tawa mereka sampai terdengar ke lampu merah depan jalan. Seru sekali. Aku penasaran apa yang mereka rumpikan.

            “Gais, kalian tau ga. Mulai besok, sekolah ini tutup. Semua anak manusia daring. Dan itu ga tau sampai kapan. Bisa jadi setahun kedepan.” kata Marimar, kuntilanak ABG yang berambut panjang terurai hingga lantai.

            “Beneran? Serius? Omaigat! Kita bisa party sepanjang hari, donk. Yippiii...!” Corazon berseru gembira. Dia satu-satunya kuntilanak ABG  yang rambutnya di cat pink!

            “Emang ada apa, Mar? Guru-guru manusia ada rapat? Study Tour?” kali ini giliran Daniela kepo.

            “Ah kalian ini out of date banget, sih?” Rosangela ga mau kalah. “Virus Corona sudah sampai ke negara kita, Indocastle. Di Kabupaten Castelica kita ini aja sudah 53 korbannya. Kamu tau Pak Armando Guiterezz? Yang tinggal di Castle Estate blok CA itu kemarin sudah dijemput ambulance dengan petugas ber-APD.”

            Mereka berempat asyik ngerumpi hingga akhirnya lonceng jam di aula besar berdentang di angka 4 pagi. Tuh kan, dasar cewek. Kalo sudah ngumpul, suka lupa waktu. Tumben kali ini rumpiannya bermutu. Padahal biasanya semua keluarga besar sekolah ini dighibahin. Mulai dari pak satpam gerbang depan, guru-guru, siswa-siswi, karyawan TU, tukang kebun, OB, sampai ibu kantin semua dilalap habis. Sungguh betapa Tuhan Maha Pencipta yang hebat segalanya. Mulut dipakai ngomong enam jam tak ada habisnya kok masih sama bentuknya. Tidak keriting, ndower, ataupun lumutan.

***

            Semburat sinar surya malu-malu menampakkan rupa. Langit yang tadinya gelap, perlahan terang, menghapus malam yang tengah naik ke peraduan. Tak menunggu waktu lama, matahari kelihatan dari kejauhan. Namun sekolah ini tetap saja sepi. Aku sudah siap menyongsong kedatangan anak-anak manusia, siswa-siswi SMA Negeri 1 Puri. Hingga siang tak satupun anak manusia datang. Lapangan upacara sepi. Kelas-kelas senyap. Aula kosong. Kantin melompong. 

***

            Sekian purnama sudah aku kesepian.  Tak ada celoteh, rumpian, canda ria, gelak tawa, ataupun isak pilu, yang biasanya kerap kudengar. Aku rindu. Sangat rindu. Tak bisa kubayangkan rasanya belajar sendiri. Meskipun teknologi sudah sedemikian maju, namun tak ada yang bisa mengalahkan peran guru. Pembelajaran jarak jauh sangat bergantung pada konsep cara belajar mandiri. Guru membuat modul, merekam video,  atau memberikan link youtube materi pembelajaran. Kemudian dibagikan di grup whatsapp, lewat google classroom, ataupun quipper school. Dan kupikir model seperti ini hanya dapat diterapkan pada pembelajar dewasa. Mahasiswa misalnya. Namun di tingkat dasar dan menengah, peran guru mutlak diperlukan. Sangat malah. Darimana mereka belajar karakter disiplin, tanggung jawab, toleransi, saling menghargai, jika hanya bertemu di dunia virtual saja. Mereka butuh sosok guru yang tak hanya menerangkan materi pelajaran, namun juga mengarahkan, membimbing, dan membina sikap peserta didik agar cerdas dalam berpikir, bijak dalam bertindak, serta dewasa berperilaku.