Minggu, 17 Maret 2024

day 13 gtk camp - paulina

Paulina mendorong tubuh Joni keras. Minggiiirrrr.... Tuan putri mau lewat!!!
Seketika tubuh Joni oleng, sedetik kemudian, "brukkk!!" 

"Hei lihat-lihat donk kalo jalan!" hardik Joni.

"Eh, tuan putriku toh yang lewat..." Joni semula marah. Namun seketika raut mukamya berubah saat tau siapa yang lewat.

Paulina tak menggubrisnya. Malah ia sengaja. Lagaknya dibuat-buat agar Joni semakin membencinya. Bukan tanpa alasan Paulina bersikap demikian. Pasalnya, kedua orang tua mereka tiba-tiba melakukan perjanjian perjodohan. 

POV Paulina 

"Mamaaa!!! Apa yang mama lakukan??? Perjodohan??? Ini bukan jaman Siti Nurbaya. Aku ga mau menikah sama dia. Ma, aku sama dia ga ada chemistry. Pokoknya gamau. Titik." Remuk redam hatiku mendengar mama menjodohkan aku dengan Joni Danarhadi, putra sahabat ayah. 

"Ayolah anak mama sayang. Joni itu ganteng loh. Udah gitu dia pintar, sopan, dan dari keluarga baik-baik. Paket lengkap, kan?"

Berulangkali mama membujuk. Jurus-jurus rayuan dikeluarkan nya demi meluluhkan hatiku.

Aku kenal Joni sebelum perjodohan ini. Kebetulan aku dan dia satu kampus. Dia fakultas sastra sedangkan aku fisip. Satu kata yang pas buat menggambarkan Joni : playboy. Dan itu not my type.

Aku memang tidak tahu detail bagaimana karakter Joni yang sebenarnya. Hanya dari teman-teman kos yang kebetulan satu kelas dengannya. Dan respon negatif selalu kuterima saat kutanya Joni itu orangnya seperti apa. Sering Gonta ganti pacar lah, kikirlah, cueklah, dan seabreg hal lain yang tak enak didengar telinga.

Mama ini kenapa sih bikin janji sembarangan. Mbok ya di cek dulu kayak apa calon menantunya itu. Iya sih, ayahnya adalah sahabat almarhum ayah. Om Danar memang baik, sopan, dan sabar. Tapi bukan berarti anaknya punya sifat yang sama kan? Dan lagian, ini pernikahan lho, bukan beli duren yang kalo ga enak dijamin uang kembali, ataupun beli tahu bulat yang bisa digoreng dadakan enak.

Prinsipku dari dulu masih tetap sama. Pernikahan itu sakral. Satu kali untuk seumur hidup. Dan oleh karenanya tidak boleh sembarangan memilih laki-laki. Aku bercita-cita memiliki pendamping hidup seperti almarhum ayah. Sayang sekali kenapa sih ayah terlalu cepat pergi. 

Ayah meninggalkan dunia ini saat aku kelas XI SMA karena covid. Ayah tak lagi bisa bertahan karena punya penyakit bawaan asma. Aku dan mama hanya bisa pasrah ikhlas menerima takdir Allah. Perusahaan konveksi yang ditinggalkan ayah kini diambil alih mama. Lebih dari cukup untuk menyambung hidup kami berdua dan biaya aku kuliah. 

Sejak ayah meninggal mama bangkit dari keterpurukan dan segera bertindak tegas mengurus rumah serta perusahaan. Lelah mama hampir tak pernah kulihat. Mama tetap ceria dan selalu penuh semangat. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar