Rabu, 30 Maret 2022

TEMPIAR KASIH - BAG 3

 EPISODE : DUKA CITA SANG RAJA



Sri Baginda Maharaja Sri Rajasanagara ( ala penulis )




PoV Hayam Wuruk

 

            Hujan telah usai. Menyisa rintik gerimis yang menitik perlahan. Bumi masih basah. Banjir darah mulai surut. Tinggal gelimpangan mayat di lapangan Bubat.

            “Dinda Dyah Pitaloka, mengapa seperti ini takdir kita?” ratap pilu baginda.

            “Dinda, bagaimana aku bisa hidup tanpamu? Kau adalah nafasku. Betapa kejamnya semesta menghukum kita. Begitu sulitkah mencinta?”

            “Yang mulia, mari kita pulang.” pelan sekali seorang punggawa berkata. “Biarlah semunya dirurus prajurit.”

            Aku membiarkan diriku dibawa entah kemana. Aku menutup mata. Tak ingin lagi kulihat dunia. Beberapa saat kemudian, aku tak ingat apa-apa.

            Saat terbangun, aku sudah berada di ranjang kebesaranku. Harum dupa dan wangi bunga semerbak memenuhi sekeliling bilik kamarku. Langsung melintas di kepalaku kejadian sore tadi. Aku           kembali menggugu.

            “Dindaaaaaaaaaaa....!!!” kembali kuteriak.

            Seorang prajurit mengetuk pintu dan segera masuk. Mungkin mendengar gelegar suaraku.

            “Paduka, Jenazah Prabu Linggabuana, permasuri, dan tuan putri Dyah Pitaloka telah siap di balairung istana. Menunggu titah yang mulia selanjutnya.”

            “Baiklah. Kumpulkan semua pejabat kerajaan. Hadirkan pula tamu undangan. Kita bersama-sama akan memberikan penghormatan terakhir untuk mereka,” kupaksakan tegar perintahku.

            Dengan bantuan pengawal pribadi, aku berganti pakaian. Jubah hitam penanda duka segera melekat di tubuhku. Bersama beberapa punggawa aku menuju balairung istana.

            Di panggung balairung yang rencananya menjadi pelaminanku, Raja Sunda, permaisuri, dan kekasihku telah dibaringkan diatas tandu. Pakaian kebesaran kerajaan dan asesorisnya telah pula diganti kain putih panjang, khas baju orang yang telah meninggal. Mereka siap diperapikan. Kereta kencana sudah dipersiapkan.

            Setelah beberapa ritual penghormatan dilaksanakan, tandu jenazah diangkat, dimasukkan dalam kereta kencana. Di belakangnya, sebuah kereta kerajaan juga sudah siap. Aku masuk kedalamnya. Aku akan mengantar mereka hingga pintu nirwana.            Iringan kereta kencana segera berangkat menuju Candi Brahu, sebuah pura suci bagi kami, penganut agama hindu. Bangunan khusus untuk keluarga kerajaan saat mereka dikremasi.

            Sesampainya di Candi Brahu, tiga tumpukan meja kayu telah menyambut kedatangan kami. Tanpa kuberi aba-aba, punggawa sudah melaksanakan tugasnya. Tandu jenazah dikeluarkan dari kereta kencana, dipanggul menuju perapian.

             

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar