Adikku
Pakai baju merah dan beruban banyak. Semua orang mengira dia kakakku. Mungkin karena uban. Siapa yang paling banyak ubannya berarti paling tua. Padahal dia sebenarnya adikku yang paling bungsu.
Dulu, saat kami masih kecil, adikku yang satu ini paling resekkk. Mentang-mentang paling kecil, selalu dilindungi bapak sama ibuk, dia seenaknya sendiri. Selalu minta memanglah pokoknya.
Jarak usiaku dengannya bisa dibilang lumayan jauh, delapan tahun. Jadi aku sering disuruh momong, ngajak bermain, ngawasi, dan seabrek suruhan-suruhan lainnya yang membuatku tak bisa bermain dengan teman-teman sebayaku.
Pernah dulu dia hampir aku cekik saking jengkelnya, tapi aku lupa karena masalah apa. Yang jelas bapak ibuk sedang tak dirumah. Dia merengek minta apa dan aku tak mau mengabulkan permintaanya.
Bapak ibuk dulu sangat memanjakannya, menurutku. Karena waktu aku sekecil dia, tak pernah dituruti apa mauku. Tapi eh giliran dia seusiaku, loss gass gapake ini itu langsung iya.
Sampai dia besar, dia masih tidur bareng bapak ibuk. Kalo ga dikeloni ibuk dia ga bisa tidur. Ah dasar anak mama.
Ibukku juga bisa sabar banget sama dia. Pernah waktu dia ngamuk dijalan minta sesuatu tapi belum dibelikan, jilbab ibuk ditarik sampai lepas. Malu donk dilihat orang. Tapi ibuk lho ga marah. Duh, cobak kalo aku yang merengek, pasti tambah ajur mumur dikabyuk ibuk, ditambah bapak kalo dilapori kenakalanku.
Adikku ini pemalas sekali aslinya. Tapi tak cuma dia. Adikku yang lain dan kakakku sebenarnya sama saja. Tak mau pekerjaan rumah. Tapi aku maklum saja, saat itu dia SMA, banyak kegiatan yang menyita waktu hingga pulang ke rumah hanya untuk makan dan tidur.
Adikku ini ga pernah belajar. Kalo malam, dia memang sih buka buku semacam orang belajar, sambil tengkurap. Tapi tak sampai sepuluh menit dia pasti sudah ngorok ngiler pisan. Tapi harus aku akui meskipun dia ga pernah belajar, dia selalu rangking atas. Mungkin ini yang namanya kecerdasan given.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar