Bagian 19
PoV Ayana
Tatapan sinis selalu kuterima dari
maduku, Sri Sudewi, saat tak sengaja kami bertemu muka. Tak pernah sekalipun dia mengajakku berbicara.
Bahkan sekadar menyapa pun tak pernah dia lakukan. Terakhir kali dia menyuruhku
merawat Sang Raja saat beliau jatuh sakit. Dan semenjak Kakanda Raja dekat
denganku, dia tampak memusuhi dan menjaga jarak.
Sri
Sudewi selalu menyibukkan diri dengan urusan pemerintahan. Dia aktif di berbagai
persidangan dan rapat menteri kerajaan. Bersama Patih Amangkubumi kerajaan dia
hilir mudik mengatur ini itu. Kakanda Raja seolah dianggap tak pernah ada. Namun
sepertinya, Sri Baginda membiarkannya. Gelar Paduka Sori agaknya sangat
istimewa untuknya.
Aku tahu benar, aku ini perempuan
hadiah perkawinan Kakanda Raja. Aku berangkat bersama rombongan Baginda Yang
Mulia dari negeri Melayu. Pada akhirnya aku ditinggalkan disini sendiri tanpa
sanak saudara. Baginda berpesan supaya aku bisa menjaga sikap, perilaku, dan
diriku sendiri agar dapat diterima oleh lingkungan sekitarku yang baru nanti.
Dan aku menjalankan semua perintahnya dengan baik.
Aku tak pernah meminta aku menempati
posisi selir raja. Aku hanya menjadi diriku sendiri dengan sepenuh hati.
Menjaga tutur kata dan sikap perbuatan selama aku di negeri orang. Jika memang
baginda raja menyukaiku, maka kuanggap itu sebuah takdir Tuhan. Aku tak berhak
melarang. Namun jangan tanya apakah di hatiku ada cinta untuknya. Karena aku
telah jatuh cinta bahkan jauh sebelum pertama jumpa.
Siapa yang tak kenal Hayam Wuruk, Raja
Majapahit yang tersohor itu? Siapa yang tak tahu sepak terjangnya menaklukkan
dunia? Hampir semua orang seantero nusantara pastilah mengetahuinya. Pun
demikian dengan aku. Mengaguminya perlahan dalam lubuk sanubariku. Sampai
akhirnya Raja Melayu memustuskan membawaku sebagai hadiah perkawinan untuk yang
mulia Sri Rajasanagara, gelar kerajaan untuk Hayam Wuruk.
Rasa penasaranku akhirnya terbayar
lunas saat rombongan Raja Melayu menghadiri pesta pernikahan kerajaan. Sebuah
pesta yang menurutku sangat mewah. Di tepi kolam segaran yang sudah dihias
begitu indah, tamu–tamu dijamu dengan meriah. Hidangan yang disajikan belum
pernah kulihat dan ternyata rasanya sangat lezat. Kami juga diberikan
penginapan khusus untuk tamu dari jauh, barang satu atau dua hari, sekadar
untuk melepas penat setelah perjalanan jauh.
Kini akhirnya penantianku telah
berakhir. Begitupun dengan Kakanda Raja yang selalu berkata bahwa dia telah
menungguku sekian lama. Di kemudian hari barulah kutahu bahwa mantan calon
permaisuri sangatlah mirip karakternya denganku. Dia adalah Putri Dyah
Pitaloka, dari Kerajaan Sunda yang mati karena aksi belapati di lapangan Bubat.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Paduka Sori, statusnya hanyalah
permaisuri pengganti, bukan yang dicintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar