Bagian Enam
Sri Sudewi, bergelar Paduka Sori, sang calon permaisuri
PoV
Paduka Sori
Aku memekik bahagia tatkala ibunda
berkata bahwa aku akan menikah dengan Yang Mulia Sri Rajasanagara. Tak dapat kulukis
dengan kata-kata betapa hari-hari yang berselimut duka kini telah sirna.
Akhirnya aku akan bersanding juga dengan Sang Raja. Telah lama aku bermimpi
menjadi permaisuri.
Sebelum ini, aku tak berani bicara
bahwa pada Hayam Wuruklah aku menambatkan rasa cinta. Berita dia akan menikah
dengan Putri Dyah Pitaloka seolah membuat duniaku runtuh seketika. Dan aku
cukup tahu diri, siapa sesungguhnya diriku. Hanya seorang saudara tiri yang tak
pernah dipandang sama sekali. Bahkan aku ragu apakah dia tahu namaku. Selama
ini aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Aku hanya bisa mengaguminya
dalam diam.
Di mataku sosok Hayam Wuruk sungguh
pria sempurna. Tak hanya rupawan, namun hatinya juga menawan. Aku sudah jatuh
hati padanya sejak usia belia. Aku pun selalu mengikuti kiprahnya hingga
mahkota raja tersemat di kepalanya. Sejak memegang tampuk kekuasaan, dia
semakin memesona. Sikapnya yang arif
bijaksana membuatnya disukai banyak orang. Meskipun naik tahta di usia remaja,
namun kebijakannya tak kalah dengan para tetua.
Meninggalnya Putri Dyah Pitaloka
Citraresmi dalam aksi bela pati di lapangan Bubat membuatku tersenyum gembira.
Ah, sebenarnya aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi, aku bersuka cita
karena satu pesaing mundur dengan mudahnya. Di sisi lain, aku juga berduka
karena ternyata baginda raja sungguh-sungguh mencintainya. Berhari-hari kulihat dia masih bergelung
nestapa. Kehilangan kekasih hati, belahan jiwa, separuh nyawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar