Bagian Tujuh
Menikah Tanpa Cinta
PoV
Hayam Wuruk
“Yang Mulia, ibunda memanggil anda.”
seorang punggawa mendekatiku.
“Ada apa? Tak tahukah beliau kalau
aku sedang berduka cita?” Tanya Hayam Wuruk.
“Beliau tidak berpesan apa-apa,
Paduka.” jawab punggawa.
“Baiklah aku akan bersiap ke Istana
Barat, menemui ibunda. Tunggu sebentar.” titah maharaja.
Dengan dibantu beberapa dayang
istana, segera kupakai jubah kebesaran raja dan menyelipkan mahkota di kepala.
Dalam hati aku bertanya. Tumben ibunda mencariku. Jarang sekali beliau
memanggilku seperti ini. Pastilah ada suatu hal yang penting.
Tak memerlukan waktu lama untukku
sampai di kediaman ibunda. Ya. Istana Barat, demikian namanya, terletak tak
jauh dari Istana Tengah, tempatku tinggal. Istana Kerajaan Majapahit ini
terbagi atas Lima bagian yang sama luasnya. Masing-masing bagian dihias ornamen
sesuai yang menempatinya. Istana Tengah adalah istana raja yang sedang
berkuasa. Di dalamnya terdapat balairung tempat pertemuan dengan para menteri
kerajaan. Juga terdapat kolam segaran, sebuah kolam air yang sangat luas, untuk
menyambut para tamu kerajaan. Istana Barat adalah tempat mantan raja dan ratu
yang sudah memasuki masa purna. Istana Timur adalah tempat para keluarga raja
yang lainnya. Sedangkan Istana Selatan, khusus kediaman para putri kerajaan.
Dari semua bagian istana, tempat inilah yang paling istimewa, karena dilengkapi
dengan pemandian luas dilengkapi pancuran air di berbagai penjuru. Dan
terakhir, Istana Utara. Tempat ini adalah kediaman para putra raja ditempa.
Mereka dipersiapkan menduduki pos-pos penting kerajaan.
“Ya ibunda. Ada apa mencari ananda?”
tanyaku ingin tahu.
“Anakku, bagaimana kabarmu? Lama ibu
tak melihatmu. Apakah kau baik-baik saja?” wajah ibunda terlihat cemas
melihatku.
“Kau tampak kurus. Wajahmu pucat.”
ibunda mengelus punggungku.
“Kau harus tabah, nak. Kita tidak
bisa melawan takdir. Apa yang terjadi sudah ditulis oleh Sang Widi. Kita hanya
manusia, hanya menjalani peran di dunia yang sudah diaturNya.” panjang lebar
ibunda melipur lara.
“Untuk menghapus kesedihanmu, ibunda
telah mempersiapkan pengantin pengganti. Kau pasti sudah mengenalnya. Dia
seorang putri yang tak kalah cantiknya. Apalagi dia berasal dari kerajaan kita
sendiri. Dia adalah Paduka Sori.” titah ibunda bak halilintar di tengah hari.
“Apa??? Ibunda, apakah ibunda tak
salah? Aku mencintai Dyah Pitaloka. Dan aku hanya akan menikah dengannya. Aku
tak akan berdiri di pelaminan jika tidak bersanding dengan dia.” emosiku naik
lagi.
“Anakku, dengarkan ibunda. Kau ini
seorang raja. Dan seorang raja harus punya keturunan untuk meneruskan
pemerintahan. Siapa lagi yang akan memegang tampuk kekuasaan jika kau tiada dan
tak berketurunan? Please, jangan egois. Pikirkan nasib rakyat Majapahit.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar