Kamis, 21 Maret 2024

day 19 gtk camp - Paulina 7

POV Paulina 

Seorang laki-laki jangkung, berkulit kuning Langsat, hidung mancung, alis njelirit, dan mata tajam melambaikan tangan. Kupikir itu pasti Joni. Raut wajah masa kecilnya masih terlihat jelas. 

Kuakui, Joni kecil memang ganteng. Dan ternyata kegantengan nya masih berlanjut hingga dewasa. Hatiku sempat berdesir dibuatnya. 

Aku harus kekeuh menolak perjodohan ini. Aku tak mau dianggap sebagai pelakor. Aku tahu saat ini Joni sudah punya pacar. Teman sekelasnya, namanya Angela. 

"Ada apa cepetan ngomong. Aku tak punya banyak waktu. Sudah Maghrib dan besok ada presentasi.!" kupasang muka jutek, tanpa senyum, dan tanpa melihat wajahnya. 

"Santai aja kali, sayang. Jangan buru-buru, ga enak." Sahut Joni. 

Dasar mulut buaya. Tiap kali buka suara selalu rayuan gombal dikata. 

"Ga usah banyak bicara. Waktumu dua menit. Selebihnya aku tinggal.!"

"Aduhhh... Cantik-cantik kok galak?"

"Oke deh peace...
Jadi ayo kita mulai. Singkat aja. Kamu setuju perjodohan ini? Jawab singkat. Ya atau tidak." Pertanyaan Joni membuat aku terdiam seribu bahasa.

"Kenapa? Kok diam? Berarti kamu setuju?"

"Enak aja. Jangan ambil kesimpulan seenaknya. Siapa juga yang mau sama kamu. Playboy kelas kakap. Norak pula." Cerocosku.

"Alhamdulillah deal!!! Aku juga sebenarnya gamau. Tapi kalo sudah dari kamu yang ga setuju. Aku bisa apa. Lagian aku juga sudah punya pacar." Joni langsung berdiri dan ngeloyor pergi.

Dasar buaya tak beradap!!! Udah maksa orang ketemuan, ga sopan pula. Rutukku habis-habisan. 

Sepulang dari perpustakaan, hari sudah benar-benar gelap. Bergegas aku berjalan melewati jalanan kampus yang sepi. Kutoleh kiri kanan tak ada satupun manusia. Aku bergidik ngeri. Kuingat-ingat ini hari apa. Aku selalu berpikir bahwa saat mistis adalah hari Kamis malam Jumat legi. Entahlah. Mungkin karena aku kebanyakan membaca cerita horor. 

Dan sekarang adalah Kamis malam Jumat. Ya ampuuunnn. Bulu kudukku berdiri seketika. Aku berlari secepat mungkin meninggalkan perpustakaan pusat. Menuju ke jalan raya diseberang sana kenapa rasanya jauh sekali. Kakiku berat dan lututku ngilu. Aku terjatuh disebuah kubangan berair. Dan seketika gelap.

Sekelilingku gelap. Samar kudengar suara tapi jauh sekali. Kuingat-ingat saat terakhir kenapa aku bisa sampai tak sadarkan diri. Kuputar kembali kaset memori. Menariknya pada beberapa jam sebelum kejadian. Saat aku ketemu Joni di lantai 3 perpustakaan.

Pelan kubuka mata. Aku berada di sebuah dipan bambu yang reyot dan usang. Sebuah ruang tamu yang hanya berperabot kursi kayu, meja kecil dan dipan bambu. Tak ada orang di sekelilingku. Hening, senyap. Hanya suara jangkrik dan tenggoret menghias malam. Sebuah ublik ada di meja kecil bersama segelas air putih. Cahaya temaram jaman dahulu itu adalah satu-satunya sumber cahaya di ruangan ini.

Kemudian kudengar pelan ada suara seret sandal. Dari sebuah pintu, muncullah seorang perempuan tua. Tuaaaa banget. Memakai kebaya khas wanita Jawa yang sudah memudar warnanya. Jarit yang dia kenakan pun sama. Sudah lusuh. Wajahnya dipenuhi keriput. Seolah-olah waktu telah memakan semua kulit kencangnya. Sambil terkekeh-kekeh dia berkata, "Cuuuuu... Cucuku.... Kau sudah siuman rupanya. Selamat datang di gubug nenek. Lama sekali. Nenek sudah menunggumu." 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar